![]() |
Musik Gambus: Quo Vadis (Benediktus Kasman)MUSIK GAMBUS : QUO VADIS |
“Musik gambus hendak kemana geranganmu. Saat ini, muda-mudi sudah kurang berminat. Musik moderen lebih digandrungi kaum muda ketimbang musik tradisional. Pemusik yang menekuni musik gambus malah hampir punah”, tutur Yoseph Kia Boli, ketika menemui dia di rumahnya di Lewoleba, kabupaten Lembata Dewasa ini, generasi muda sudah enggan mengenali musik tradisional.
Mereka lebih berminat pada musik moderen. Pada waktu ada acara pesta bisa terlihat minat pemuda. Tarian joget dan dansa sangat diminati.
Kaum tua pun ikut menari dansa dan joget berpasangan. Kesan bahwa setelah acara tidak ada ceritera kenangan.
Tetapi dalam nyanyian sambil menari daerah, misalnya dolo-dolo akan punya kesan tersendiri dan bermacam bahan kisah kenangan setelah kembali ke rumah masing-masing.
Mengapa seni tradisional mempunyai kenangan? Hal ini karena banyak orang ikut ambil bagian dalam nyanyi sambil menari.
Peserta bergandengan tangan membentuk lingkaran.
Semuanya bernyanyi sambil menari, berbalas pantun mengisahkan kehidupan bersama, tentang cinta masa silam dan kehidupan saat ini.
Yos (50) tidak sekadar latah menyentil kekhasan musik daerah.
![]() |
Yoseph Kia Boli pada 2012 dalam usia 50 tahun, Polisi Pamong Praja. Kabupaten Lembata bermain gambus di depan rumahnya di Lewoleba |
Ia membuktikan kepiawian membawakan lagu dengan iringan gambus.
Beberapa tembang diperdengarkannya, seperti lagu Keleng-Keleng, Pesan untuk para Perantau. Dan sebuah lagu mengisahkan lika-liku cinta dengan judul Baju Hijau.
Baju hijau saudara gelisah
Sudah lama abang jatuh cinta
Apa dipesan terlalu kejam
Sebagai tiadalah berguna
Tadi malam kumimpi bulan
Bulan purnama oh di samping bintang
Tadi malam kumimpi adek
Seperti kau di samping beta
Baju hijau saudara gelisah
Sudahlah lemah abang jatuh cinta
Apa dipesan terlalu kejam
Sebagai pesan tiadalah berguna
Jalan-jalan ke kota Paris
Lihatlah rumah berbaris-baris
Biarku mati diujung keris
Asalkan abang jatuh cinta manis
Baju hijau saudara gelisah
Sudahlah lama abang jatuh cinta
Apa dipesan terlalu kejam
Sebagai tak tiada berguna”
Ayah 4 anak ini menyanyikan 3 lagu bersyair daerah Lembata dan 1 lagu berbahasa Indonesia di halaman depan rumahnya.
Dia tampil dengan spontan saat diminta untuk bermain musik gambus. Alat musik miliknya. Musik gambus adalah alat petik. Alat musik mirip mandolin. Alat petik menyerupai kecapi.
Bukan berasal dari Arab yang biasa diiringi oleh gendang. Juga bukan musik orkes dengan alat musik utama adalah gambus.
Namun alat musik gambus buatannya sendiri. Badan gambus terbuat dari kayu rita dan papan tripleks tipis serta berleher panjang dengan enam tali senar.
Tali senar tidak dipetik dengan jari-jari tangan sebagaimana biasa namun dibantu potongan kepingan kecil dari plastik yang dipegang jari-jari tangan.
Apabila tali senar dipetik dengan kepingan plastik maka bunyi senar akan terdengar lebih nyaring daripada petikan jari-jari tangan.
“Semestinya tutupan rongga badan gambus bukanlah tripleks melainkan kulit kucing.Badan gambus yang terbuat dari ukiran kayu rita dan kulit kucing akan akan berbunyi jauh lebih nyaring”, kisah pencinta sekaligus pemusik gambus yang tak lekang terkena pengaruh musik moderen.
Mengapa demikian?
Sejak usia sekolah dasar, ia telah mengenal musik gambus.
Setiap kali ia melakukan pelanggaran disiplin di masa duduk di bangku sekolah, para pendidik memberlakukan sangsi atas dirinya dengan membawakan nyanyian.
Lagu dibawakan dengan iringan main musik gambus.
Bermain musik gambus merupakan hal yang menyenangkan.
Alat musik gambus sangat dekat dengan keseharian di rumah terutama saat senggang setelah pulang kerja.
Malahan petik gambus sembari bernyanyi tatkala menyenangkan hati sang istri di saat memasak di dapur. Selain ia menciptakan suasana gembira juga mau menghibur anak-anak.
Pesan-pesan tertentu buat anak-anak biasa disampaikan melalui syair-syair lagu. Ada kalanya pantun-pantun yang dilantunkan membangkitkan gelak tawa di dalam rumah.
Tahun-tahun terakhir muncul gerakan menghidupkan kembali budaya daerah. Salah satunya musik-musik tradisional.
Akankah hal itu menjadi kenyataan. Sebab angkatan muda-mudi sudah tidak lagi merasa berminat pada musik-musik daerah.
Justru kaum tua saja yang menaruh perhatian pada musik tradisional. Musik gambus atau suling dimainkan orang-orang tua dalam kesempatan acara seperti pelantikan kepala desa atau camat di beberapa tempat. Pemain-pemain itu tampil karena bakat.
Belum ada pendampingan dari pihak lain. ”Akan kemana musik gambus di kemudian hari”, kesah sang pemusik gambus.***
0 Komentar